MASIH
membekas dalam benak kita betapa perihnya tragedi kemanusiaan terbesar
sepanjang sejarah dunia. Perang Dunia II yang berlangsung tahun
1939-1945 di mana melibatkan lebih dari 100 juta personel berakhir
dengan Sekutu sebagai pemenang secara militer, sedangkan perang politik
dan ideologi masih terus berlanjut ke dalam arena baru, yang dinamakan
dengan Perang Dingin, yakni antara Blok Barat di bawah pimpinan Amerika
Serikat dengan Blok Timur di bawah Uni Soviet. Blok Barat membawa
ideologi liberalis-kapitalis sedangkan Blok Timur membawa ideologi
sosialis-komunis. Pada tahun 1980-an, Amerika Serikat unggul atas Uni
Soviet, hingga pada akhirnya pada tahun 1991 Perang Dingin selesai
dengan ditandai runtuhnya ideologi komunisme. Inilah yang dinamakan
dengan fenomena dominasi, yakni dua kekuatan besar dunia akan saling
berbentur hingga pada akhirnya muncullah satu kekuatan sebagai pemenang.
Setelah
berakhirnya Perang Dingin, runtuhnya Soviet dan dicampakkannya
komunisme, maka telah menciptakan “vakum (kekosongan) ancaman” yang
menyebabkan dunia Barat mencari musuh-musuh baru. Jika rentang tahun
1945 hingga 1991 dua kekuatan besar dunia itu adalah Barat dengan
ideologi liberal-kapitalisnya dan Uni Soviet dengan sosialis-komunisnya.
Maka siapakah kini dua kekuatan besar dunia pasca runtuhnya komunis ?
Jawabannya adalah Barat dan Islam. Sebuah tesis dari pakar politik Harvard University, Samuel P. Huntington menyebutkan adanya Clash of Civilization (benturan
peradaban) antara Peradaban Barat dengan Islam. Hal ini juga dikuatkan
oleh Menteri Luar Negeri Italia menjelang persidangan NATO di London
yang mengatakan, “Perang Dingin antara Barat dengan Timur (komunis
Uni Soviet) telah berakhir, tetapi timbul lagi pertarungan baru, yaitu
pertarungan antara Dunia Barat dan Dunia Islam.”
Jutaan
kaum Muslimin di Asia Tengah yang sebelumnya terpuruk di bawah kezaliman
komunis Soviet, kembali menemukan jati dirinya sebagai Muslim dan
berupaya mengekspresikannya sekaligus menjadikan Islam sebagai ideologi
alternatif pengganti komunisme. Dalam artikel yang berjudul “Karl Max Makes Room for Muhammad” di majalah Time
edisi 12 Maret 1990, juga menyebutkan bahwa negara-negara Asia Tengah
anggota federasi Uni Soviet seperti Azerbaijan, Tajikistan, Kazakhstan,
Turkmenistan, Uzbekistan, Kirghizstan kini berpenduduk mayoritas Islam
(antara 50% hingga 90%). Jelas ini merupakan salah satu tanda bahwa
Ideologi Islam mulai kembang subur di kancah dunia.
Inikah perang dingin selanjutnya?
Peradaban
Islam merupakan ancaman besar bagi Peradaban Barat. Islamlah yang
pernah mengalahkan Barat pada Perang Salib silam (1096-1291 M), dan dari
sini tentu menimbulkan dendam kesumat Barat terhadap Islam.
Epistemologis Islam jelas berbeda sekali dengan epistemologis barat.
Epistemologis Islam menempatkan Tuhan (red: Allah) sebagai pusat, atau
disebut juga dengan istilah Teosentris. Sedangkan epistemologis Barat menempatkan manusia sebagai pusat tatanan, disebut dengan istilah Antroposesntris,
sehingga konsep-konsep Barat bersumber dari inspirasi humanistik
rasional. Ambil contoh dalam memandang hakikat kebenaran. Epistemologis
Islam memandang jika kebenaran mutlak bersumber dari Tuhan (wahyu),
karena rasionalitas manusia itu terbatas sehingga tidak semua kebenaran
bisa dibuktikan secara rasional. Dan hingga kini, Al-Qur’an terus dan
akan tetap sejalan dengan perkembangan sains, karena Al-Qur’an merupakan
wahyu Tuhan yang otentik. Sedangkan Barat memandang kebenaran secara
materialis-empiris (tampak dan terbukti). Hal ini dikarenakan Barat
mengalami tragedi spiritual yang amat buruk, di mana para ilmuwan sains
pada tahun 1600-an M (seperti Galileo dan Copernicus) dihukum karena
dianggap telah menentang Gereja, sehingga komunitas ilmuwan akhirnya
sepakat bahwa kebenaran sejati akan didapat jika mereka berlepas diri
dari dogma Gereja dan menggunakan rasionalitas mereka untuk membuktikan
kebenaran secara empiris.
Perbedaan
Islam dan Barat jelas akan menimbulkan benturan hebat dalam peradaban
dunia seperti yang disebutkan Samuel P. Huntington. Salah satu
akibatnya, negara-negara dunia yang men-declare sebagai negara
Islam atau negara dengan mayoritas penduduk Islam akan cenderung menolak
sistem Barat. Dan telah kita ketahui bersama bahwa potensi energi
dunia tersimpan di rahim bumi negara-negara Islam, sehingga dalam
konteks ini hasrat barat untuk menguasai minyak bumi menjadi terhambat.
Selain
itu, penyebab permusuhan Islam dengan Barat adalah kesalahpahaman Barat
dalam memahami Islam. Barat pada umumnya mempelajari dan memahami Islam
dari buku-buku para orientalis, sedangkan para orientalis mengkaji Islam
dengan tujuan untuk menimbulkan miskonsepsi terhadap Islam, selain
adanya motif politis yaitu untuk mengetahui rahasia kekuatan umat Islam
yang tidak lepas dari ambisi imperialis Barat untuk menguasai dunia
Islam. Hal ini diperparah dengan sajian media yang menampilkan bukan
“Islam kebanyakan” (Sunni), melainkan Islam Syi’ah (Iran) yang hanya
dianut oleh sekitar 10% kaum Muslimin dunia. Akbar S Ahmed menuliskan, “Syi’ah menjadi perwakilan Islam di media Barat.”
Dan seperti kita ketahui bersama bahwasanya Iran ialah negara yang
lantang menentang Barat, dan akibatnya sejak tahun 1980 hingga kini Iran
telah diembargo oleh Barat. Iran kini terisolasi dari dunia luar,
terislolasi dari akses ekonomi dunia dan teknologi modern, namun dari
sini Iran justru menunjukkan bahwa negerinya bisa bangkit secara mandiri
dan independen tanpa adanya dunia Barat.
Is it the next Cold War ? Kini
permusuhan itu semakin nyata. Adanya konflik Palestina yang menguras
banyak air mata umat Islam di penjuru dunia menjadi bukti nyata
perseteruan itu. Israel tetap mendapatkan dukungan Barat (AS) ketika
Zionis Yahudi sekuat tenaga menghalangi terbentuknya negara Palestina
merdeka. Barat juga berusaha membasmi gerakan-gerakan Islam seperti
Hizbullah di Lebanon, Ikhwanul Muslimin di Mesir, Islamic National Front
di Sudan, Partai Front Keselamatan Islam (FIS) di Aljazair, Taliban di
Mesir, termasuk turut campur dalam revolusi Timur Tengah yang terjadi
belakangan ini. Barangkali Barat khawatir akan pernyataan seorang
orientalis bernama W.K Smith yang mengatakan bahwa, “Apabila orang
Islam diberikan kebebasan di dunia Islam serta hidup di bawah sistem
demokrasi , maka sesungguhnya Islam akan mendapat kemenangan di
negara-negara tersebut. Hanya dengan cara diktator sahaja yang boleh
memisahkan antara umat Islam dan agamanya”.
Banyak negara Barat yang terjangkit islamofobia (ketakutan
pada Islam). 1 Juli 2009 lalu, sebuah peristiwa yang memilukan hati,
menguras perasaan dan mengiris nurani. Namanya Marwa El-Sherbini,
seorang ibu yang tengah mengandung janin 3 bulan asal Mesir. Ia bersama
suaminya tinggal di German. Awalnya kehidupan berlangsung wajar. Tapi
setelah pindah ke kota Dresden, ternyata kota itu tidak ramah bagi
wanita berjilbab. Di depan umum, Marwa didicaci maki dan ditarik
kerudungnya oleh seseorang yang bernama Alex W, seorang keturunan Rusia.
Tak ada satupun orang yang menolong Marwa. Karena kelakuannya tersebut,
Alex dihukum. Setelah lepas dari hukumannya, Alex mengajukan gugatan
balik kepada Marwa, saat memberikan kesaksiannya di persidangan, ia di
tikam 18 kali dalam 30 detik oleh Alex di depan suami dan anaknya, yang
lebih memilukan lagi ibu itu tengah mengandung 3 bulan. Suaminya yang
ingin menolong, ternyata justru ditembak oleh polisi persidangan. Entah
itu karena disengaja ataupun meleset, motif penembakan tersebut sampai
kini belum terkuak. Betapa peristiwa ini sangat memilukan hati umat
muslim sedunia, pembunuhan memeras hati yang berkedok islamofobia.
Oleh karenanya, warga Mesir dalam beberapa periode melakukan demo
besar-besaran, dan kabar ini menjadi headline di media masa Mesir.
Sementara Eropa, khususnya German yang selama ini menggaung-gaungkan HAM
dan demokrasinya hanya bungkam seribu bahasa. Dan pada hari itu
diperangati sebagai hari Jilbab sedunia.
Agaknya
memang sudah menjadi keniscayaan jika kebenaran dan kebatilan itu akan
terus berseteru. Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an QS. Al-Baqarah:
120, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka…” dan dalam QS. Al-Baqarah: 217 yang menyebutkan, “…Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran)…”.